Banten - Wilayah Banten Selatan tak hanya dikenal dengan keindahan pantainya yang sangat alami, Banten Selatan juga dikarunia kekayaan alam bentangan jutaan pohon kelapa yang hijau royo.
Di Kabupaten Lebak Banten, sektor pengolahan produk kelapa cukup berkembang disini, beberapa lokasi pembuatan kopra sudah menjadi pemandangan lazim. Salah satu lokasi pengolahan kopra yang dimiliki oleh Aden Sarnata berada di pesisir pantai selatan Kampung Duraen, Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Lebak Banten.
Keluarga Sarnata setidaknya sudah berkecimpung diusaha kelapa sejak tahun 1960-an, namun bisnis pengolahan kelapa menjadi kopra baru mulai digeluti sejak tahun 1992. Dari bisnis ini bukan hanya kopra yang ia hasilkan, namun produk seperti arang, air kelapa untuk minuman coco menjadi produk sampingan.
Produksi kopra yang ia hasilkanya setidaknya mencapai 4,5 kwintal perhari atau setara dengan 5000 butir kelapa muda, yang ia kirim ke Jakarta, Bandung dan Panimbang kawasan Pendeglang. Biasanya kopra-kopra ini diolah menjadi minyak sayur kelapa asli, termasuk bahan baku oli.
Proses pengolahan kopra itu sendiri terbilang mudah, biasanya kelapa yang digunakan adalah jenis kelapa muda. Sebelum diolah menjadi kopra, kelapa-kelapa terlebih dahulu dikupas menjadi serpihan-serpihan.
Kemudian serpihan itu dimasukan ke dalam tungku oven buatan, setelah masukan ke dalam oven beberapa jam baru setelah itu dijemur di terik matahari selama kurang lebih sehari dan kopra siap dijual ke penampung.
Selain mengolah kelapa menjadi kopra, Aden juga menjual mentah kelapa-kelapanya yang ia peroleh dari para petani kelapa se-Kabupaten Lebak. Setidaknya dalam sehari ia bisa mengirim ke Jakarta sebanyak kurang lebih 5000 butir yang ia jual Rp 500-1100 per butirnya.
"Jadi sehari setidaknya ada 10.000 butir kelapa, 5000 kelapa mudah diolah jadi kopra, sisanya yang tua-tua dijual butiran ke Jakarta," kata Aden saat ditemui detikFinance di kediamannya kawasan Wanasalam, Lebak Banten, Sabtu (2/1/2010).
Aden menjelaskan hasil sampingan usahanya, bisa berupa produksi arang batok kelapa, meski tidak diproduksi secara pasti namun arang-arangnya sangat laku di pasaran. Biasanya ia menjual ke tengkulak di Wanasalam, yang kemudian dijual ke Bandung sebagai bahan baku produksi karbon untuk industri-industri kimia (batere).
Ia mengaku menjalankan usaha penjualan dan pengolahan kelapa telah memberikan keluarganya berkah. Sekarang ini, selain 4 mobil truk operasional, Aden juga memilki satu buah mobil Toyota Fortuner gres. Pendapatan per bulannya minimal ia peroleh mencapai Rp 200 juta. Bahkan saat ini di depan rumahnya sudah berdiri masjid megah yang sengaja didirikan oleh ayahnya.
Selain itu kata aden, usahanya sekarang ini bukan hanya dinikmati oleh keluarganya, namun warga sekitarnya turut kecipratan rezeki yang ia peroleh. Setidaknya ada kurang lebih 70 orang yang terlibat langsung dari bisnisnya mulai dari supir, kuli pengolah kopra, belum lagi para petani kelapa di kabupaten Lebak.
Menyekolahkan Anak Hingga Jadi Wakil Camat
Aden Sarnata dan bapaknya mengembangkan sebuah konsep kemitraan yang disebut Kobong, yaitu suatu kemitraan yang berbasis memberikan order produksi yang dikerjakan oleh warga sekitar untuk mengolah kopra (sub kontrak).
Dimana dalam setiap kobong terdiri satu keluarga yaitu 2-4 orang, setidaknya saat ini Aden telah memiliki 9 kobong. Setiap kobong umumnya terdiri dari keluarga inti yaitu bapak ibu dan anak, maka tidak mengherankan banyak bocah-bocah kecil ikut bekerja membantu ayah dan ibunya pada saat hari libur sekolah.
Setiap kobong-kobong akan memproduksi kopra sesuai kemampuannya masing-masing, semakin banyak kopra yang dihasilkan maka pendapatan setiap pemilik kobong semakin besar. Rata-rata setiap keluarga atau satu kobong mendapat penghasilan minimal Rp 2 juta per bulan.
"Saya juga menanggung kalau ada yang sakit saya obatin," jelas Aden.
Konsep yang dikembangkan Aden dan bapaknya sangat menguntungkan para masyarakat sekitar, setidaknya banyak lapangan kerja bisa tercipta. Bahkan para kuli pengolah kopra ini bukan hanya mampu menghidupi keluarga, namun bisa menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat lebih tinggi.
"Anak mereka salah satunya ada yang jadi wakil camat Wanasalam," kata Aden.
Santika salah satu kuli pemilik kobong pengolah kopra mengaku senang dengan adanya usaha ini. Ia menjelaskan setiap 1 kg kopra dihargai Rp 180, dalam waktu 4-5 hari biasanya pendapatan dari mengolah kopra bisa ia dapat Rp 200.000.
Ini belum dihitung pendapatan dari pengolahan arang yang dijual per 1 kg seharga Rp 600, total pendapatan dari areng sebesar Rp 300.000 dan hasil sampingan air kelapa Rp 50.000. Jadi jika dihitung per minggunya setiap kobong mendapatkan penghasilan Rp 500.000-600.000.
"Kita hanya mengolah, semua bahan baku kelapa disiapkan oleh Pak Haji Sarnata," katanya.
Sementara itu Barudin yang sudah bekerja 10 tahun lebih di usaha pengolahan kopra mengaku merasa terbantu dengan adanya sistem seperti ini. Bahkan sekarang ini dari ketiga anaknya semuanya bersekolah.
"Dua orang masih SMP, satu lagi sudah sampai SMA," kata Barudin sumringah.
Sumber : http://www.detikfinance.com/read/2010/01/06/083009/1272401/480/melongok-sentra-kopra-penggerak-ekonomi
Di Kabupaten Lebak Banten, sektor pengolahan produk kelapa cukup berkembang disini, beberapa lokasi pembuatan kopra sudah menjadi pemandangan lazim. Salah satu lokasi pengolahan kopra yang dimiliki oleh Aden Sarnata berada di pesisir pantai selatan Kampung Duraen, Desa Muara, Kecamatan Wanasalam, Lebak Banten.
Keluarga Sarnata setidaknya sudah berkecimpung diusaha kelapa sejak tahun 1960-an, namun bisnis pengolahan kelapa menjadi kopra baru mulai digeluti sejak tahun 1992. Dari bisnis ini bukan hanya kopra yang ia hasilkan, namun produk seperti arang, air kelapa untuk minuman coco menjadi produk sampingan.
Produksi kopra yang ia hasilkanya setidaknya mencapai 4,5 kwintal perhari atau setara dengan 5000 butir kelapa muda, yang ia kirim ke Jakarta, Bandung dan Panimbang kawasan Pendeglang. Biasanya kopra-kopra ini diolah menjadi minyak sayur kelapa asli, termasuk bahan baku oli.
Proses pengolahan kopra itu sendiri terbilang mudah, biasanya kelapa yang digunakan adalah jenis kelapa muda. Sebelum diolah menjadi kopra, kelapa-kelapa terlebih dahulu dikupas menjadi serpihan-serpihan.
Kemudian serpihan itu dimasukan ke dalam tungku oven buatan, setelah masukan ke dalam oven beberapa jam baru setelah itu dijemur di terik matahari selama kurang lebih sehari dan kopra siap dijual ke penampung.
Selain mengolah kelapa menjadi kopra, Aden juga menjual mentah kelapa-kelapanya yang ia peroleh dari para petani kelapa se-Kabupaten Lebak. Setidaknya dalam sehari ia bisa mengirim ke Jakarta sebanyak kurang lebih 5000 butir yang ia jual Rp 500-1100 per butirnya.
"Jadi sehari setidaknya ada 10.000 butir kelapa, 5000 kelapa mudah diolah jadi kopra, sisanya yang tua-tua dijual butiran ke Jakarta," kata Aden saat ditemui detikFinance di kediamannya kawasan Wanasalam, Lebak Banten, Sabtu (2/1/2010).
Aden menjelaskan hasil sampingan usahanya, bisa berupa produksi arang batok kelapa, meski tidak diproduksi secara pasti namun arang-arangnya sangat laku di pasaran. Biasanya ia menjual ke tengkulak di Wanasalam, yang kemudian dijual ke Bandung sebagai bahan baku produksi karbon untuk industri-industri kimia (batere).
Ia mengaku menjalankan usaha penjualan dan pengolahan kelapa telah memberikan keluarganya berkah. Sekarang ini, selain 4 mobil truk operasional, Aden juga memilki satu buah mobil Toyota Fortuner gres. Pendapatan per bulannya minimal ia peroleh mencapai Rp 200 juta. Bahkan saat ini di depan rumahnya sudah berdiri masjid megah yang sengaja didirikan oleh ayahnya.
Selain itu kata aden, usahanya sekarang ini bukan hanya dinikmati oleh keluarganya, namun warga sekitarnya turut kecipratan rezeki yang ia peroleh. Setidaknya ada kurang lebih 70 orang yang terlibat langsung dari bisnisnya mulai dari supir, kuli pengolah kopra, belum lagi para petani kelapa di kabupaten Lebak.
Menyekolahkan Anak Hingga Jadi Wakil Camat
Aden Sarnata dan bapaknya mengembangkan sebuah konsep kemitraan yang disebut Kobong, yaitu suatu kemitraan yang berbasis memberikan order produksi yang dikerjakan oleh warga sekitar untuk mengolah kopra (sub kontrak).
Dimana dalam setiap kobong terdiri satu keluarga yaitu 2-4 orang, setidaknya saat ini Aden telah memiliki 9 kobong. Setiap kobong umumnya terdiri dari keluarga inti yaitu bapak ibu dan anak, maka tidak mengherankan banyak bocah-bocah kecil ikut bekerja membantu ayah dan ibunya pada saat hari libur sekolah.
Setiap kobong-kobong akan memproduksi kopra sesuai kemampuannya masing-masing, semakin banyak kopra yang dihasilkan maka pendapatan setiap pemilik kobong semakin besar. Rata-rata setiap keluarga atau satu kobong mendapat penghasilan minimal Rp 2 juta per bulan.
"Saya juga menanggung kalau ada yang sakit saya obatin," jelas Aden.
Konsep yang dikembangkan Aden dan bapaknya sangat menguntungkan para masyarakat sekitar, setidaknya banyak lapangan kerja bisa tercipta. Bahkan para kuli pengolah kopra ini bukan hanya mampu menghidupi keluarga, namun bisa menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat lebih tinggi.
"Anak mereka salah satunya ada yang jadi wakil camat Wanasalam," kata Aden.
Santika salah satu kuli pemilik kobong pengolah kopra mengaku senang dengan adanya usaha ini. Ia menjelaskan setiap 1 kg kopra dihargai Rp 180, dalam waktu 4-5 hari biasanya pendapatan dari mengolah kopra bisa ia dapat Rp 200.000.
Ini belum dihitung pendapatan dari pengolahan arang yang dijual per 1 kg seharga Rp 600, total pendapatan dari areng sebesar Rp 300.000 dan hasil sampingan air kelapa Rp 50.000. Jadi jika dihitung per minggunya setiap kobong mendapatkan penghasilan Rp 500.000-600.000.
"Kita hanya mengolah, semua bahan baku kelapa disiapkan oleh Pak Haji Sarnata," katanya.
Sementara itu Barudin yang sudah bekerja 10 tahun lebih di usaha pengolahan kopra mengaku merasa terbantu dengan adanya sistem seperti ini. Bahkan sekarang ini dari ketiga anaknya semuanya bersekolah.
"Dua orang masih SMP, satu lagi sudah sampai SMA," kata Barudin sumringah.
Sumber : http://www.detikfinance.com/read/2010/01/06/083009/1272401/480/melongok-sentra-kopra-penggerak-ekonomi